Beberapa perusahaan perekrut lulusan universitas, seperti Aviva, Standard Chartered dan Ernst & Young saat ini sudah menggunakan “wawancara berbasis kekuatan” pada setiap proses rekrutmen. Beberapa perusahaan besar lainnya juga sudah mulai mengikuti jejak mereka, seperti Royal Mail, BAE Systems, dan Unilever.
Kompetensi adalah perilaku yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi. Wawancara berbasis kompetensi selama ini menjadi cara yang paling banyak dan paling lama digunakan dalam proses rekrutmen lulusan Universitas. Kompetensi dapat diartikan sebagai “hal-hal yang kamu DAPAT lalukan”, sedangkan kekuatan adalah “hal-hal produktif yang kamu SUKA mengerjakannya”
Profesor Alex Linley dari Capp www.cappeu.org mendefinisikan kekuatan sebagai:
“sebuah kapasitas yang sudah ada dalam diri yang berhubungan dengan perilaku, pikiran ataupun perasaan yang otentik yang menimbulkan semangat serta mengoptimalkan fungsi, pembinaan, serta kemampuan diri”
Ketika seorang kandidat menggunakan kekuatannya, ia akan menunjukkan ‘flow’:
Kekuatan membuat anda melakukan lebih banyak hal dimana anda unggul dan bukan hanya pada hal yang anda dapat lakukan. Teori yang melatar-belakangi wawancara berbasis kekuatan adalah positive psychology: setiap orang memiliki kekuatan unik ketika mereka dilahirkan namun sayangnya hanya sedikit orang yang mengetahui kekuatannya. Dengan mengetahui kekuatan dan menyesuaikannya dengan peran yang dijalani, anda akan semakin menikmati proses dan hasil yang lebih baik daripada orang lain yang harus berusaha lebih keras untuk menjalani peran tersebut.
Anda dapat mengetahui kekuatan anda dengan bertanya kepada diri sendiri mengenai hal-hal sebagai berikut:
Manfaat bagi organisasi
“testimoni dari para pelamar kerja yang menjalani wawancara berbasis kekuatan sangat positif – mereka merasa lebih mampu menunjukkan siapa diri mereka sebagai manusia seutuhnya dan bukan hanya menjawab pertanyaan berbasis kompetensi yang tidak banyak bercerita tentang diri mereka dan tidak banyak melibatkan mereka dalam proses wawancara”. Simon Reichwald (Graduate Success and Bright Futures)
Kelemahan
Membutuhkan waktu lebih banyak untuk menemukan kekuatan melalui focus groups serta untuk melatih para manajer.
Ernst & Young
E&Y menerima sekitar 16.000 pelamar setiap tahunnya untuk memasuki program training bagi lulusan universitas dimana berarti akan ada sekitar 600 pertemuan wawancara. E&Y sekarang meninggalkan proses rekrutmen tradisional yang berbasis kompetensi karena sudah begitu banyak calon karyawan yang mengetahui rahasia dapur sistem seperti ini, banyak jawaban dan isian pengalaman dapat dilatih dan direkayasa.
Wawancara berbasis kompetensi didasari pada asumsi bahwa perilaku masa lalu akan mampu memprediksi kemampuan masa depan. Wawancara berbasis kompetensi memang diketahui memiliki kehandalan, objektifitas serta konsistensi yang baik namun teknik-teknik menjawab wawancaranya dapat dengan mudah dipelajari. Anda tidak dapat mempersiapkan diri menghadapi asesmen berbasis kekuatan melainkan dengan jawaban yang benar merefleksikan diri anda sendiri.
Kekuatan berkorelasi positif terhadap kemampuan lebih dari apa yang diperoleh kompetensi serta lebih mudah untuk ditemukan. Kekuatan ada dalam diri: berbicara kekuatan akan memberikan kandidat sebuah energi positif dan jati diri sesungguhnya. E&Y saat ini menggunakan sistem berbasis kekuatan, melihat kandidat atas dasar kekuatan dalam dirinya: kecakapan natural yang dimiliki orang terhadap sebuah peran. Mereka merasa bahwa sistem ini akan membuat keputusan rekrutmen yang lebih baik.
“Kami sangat tertarik untuk mencari tahu diri anda sebagai seorang manusia, kekuatan anda, sifat anda, serta hal-hal yang membuat adan tertarik. Kami menganjurkan anda untuk berpikir mengenai aktifitas hobby dan ekstrakulikuler, dan juga pekerjaan ataupun pengalaman kerja lainnya yang anda rasakan relevan dengan Ernst & Young”.
Ernst & Young menemukan 16 kekuatan melalui focus group yang terdiri dari para individu berkinerja tinggi yang berkorelasi dengan pekerjaan yang dilakukan di E&Y. Termasuk di dalam kekuatan itu adalah kredibilitas, tanggung jawab pribadi, kemampuan analisa, serta kemampuan mengorganisir.
“Beberapa kekuatan yang kami temukan adalah kemampuan seseorang, atau kebanggaan seseorang atas pencapaian tertentu. Kemampuan analisa juga merupakan sebuah kekuatan. Bekerjasama dengan orang lain juga adalah kekuatan. Jadi kami bertanya hal-hal yang berhubungan dengan area ini dan meminta contoh, namun dengan cara yang sedikit berbeda dari sebelumnya.”
Tidak dengan cara bertanya kepada kandidat mengenai pertanyaan berbasis kompetensi, E&Y justru bertanya dengan pertanyaan yang lebih bermakna luas dengan kecepatan yang lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan mampu mendapatkan kandidat yang otentik karena para kandidat tidak dapat mempersiapkan dirinya sebagaimana pada asesmen berbasis kompetensi.
Menemukan kekuatan dilihat dari energi dan antusiasme seorang kandidat. Dan bagi para kandidat pun hal ini lebih bermakna positif: mereka belajar dari setiap sesi wawancara dan dapat mengetahui dengan sendirinya mengenai tingkat kecocokan mereka terhadap peran. Para kandidat juga lebih merasakan pengalaman positif karena mendapatkan energi dari pengalaman ini.
Para pewawancara juga melihat bahasa tubuh dan tanda-tanda lainnya seperti intonasi suara untuk melihat apakah seseorang bangga atas pencapaiannya atau memiliki minat khusus pada sebuah subjek. Alasan utama implementasi wawancara berbasis kekuatan bagi Ernst & Young adalah untuk menjadi berbeda dari perusahaan lainnya melalui proses seleksi.
Sebuah artikel dari Financial Times oleh Stephen Isherwood, manajer E&Y untuk rekrutmen lulusan universitas, mengenai pendekatan berbasis kekuatan dapat diperoleh di www.ft.com/cms/s/0/00579e56-98be-11dd-ace3-000077b07658.html
© Copyrights 2017. All rights reserved.